Saya adalah saya

welcome

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. 1 Korintus 13: 4-7

Cinta: antara sabar, murah hati, setia, percaya, dan kasih


Cinta mencapai puncaknya melalui pengorbanan, tetapi mencapai kesempurnaannya melalui pengampunan.

CINTA AKAN TUHAN DAN SESAMA


Di sini Tuhan meminta hanya dua hal: cinta akan Tuhan dan cinta akan sesama. Jika kedua hal itu kita laksanakan dengan sempurna, maka kita melakukan kehendakNya.

Tanda yang paling jelas bahwa kita memenuhi keduanya dengan baik ialah kalau kita menjalankan cinta terhadap sesama dengan baik. Kita tidak dapat mengetahui apakah kita mencintai Allah, walaupun ada banyak gejala yang menunjukkan bahwa kita mencintai Dia. Akan tetapi kita dapat betul-betul mengetahui apakah kita cinta sesama. Percayalah semakin kalian maju dalam cinta akan sesama semakin maju pula kalian dalam mencintai Allah.

Sumber : Puri Batin – Teresa de Jesus

RIWAYAT HIDUP ST. THERESIA DARI KANAK KANAK YESUS


Santa Theresia dari kanak-kanak Yesus dilahirkan di Alemon Perancis pada tgl 2 Januari 1873 dengan nama Maria Francoise Therese Martin. Ia berasal dari sebuah keluarga Katolik yang saleh, pasangan suami isteri Louis Martin dan Azelie Guerin. Ibunya meninggal waktu Theresia masih anak-anak. Sepeninggal ibu Theresia sangat terguncang sehingga Pauline kakaknya terpaksa menggantikan peran ibunya untuk merawat dan memperhatikan perkembangan Theresia.

Theresia sangat disayang oleh ayahnya dan mendapat berbagai julukan seperti "Theresia kecil" atau "Ratu Kecil" dsb. Tahun 1881 sampai 1885 Theresia bersekolah di sekolah suster-suster Benedictin, ia tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang sangat perasa dan cepat menangis sehingga kurang akrab dengan teman-teman sekolahnya. Sifat perasa unu semakin menjadi-jadi ketika Pauline kakak perempuannya masuk biara Carmel di Lisieux tahun1882. Theresia jatuh sakit karena keberangkatan kakaknya itu, namun ia disembuhkan secara ajaib saat kakak-kakaknya berlutut dan berdoa disamping tempat tidur untuk kesembuhannya, penyakitnya hilang seketika meskipun sifat perasanya masih ada. Sifat perasa itu baru hilang setelah dinasihati oleh ayahnya pada perayaan Natal 1886, semenjak itu ia sadar akan sifat buruknya yang manja dan mudah tersinggung itu. Ia sadar bahwa sifat yang kekanak-kanakan itu sudah tidak cocok lagi bagi seorang remaja puteri yang bercita-cita menjadi suster.

Dalam autobiografinya, Theresia menyebutkan bahwa kesadaran ini mengawali kehidupannya yang baru, dimana Yesus telah menyembuhkannya dan menghilangkan sifat kepribadiannya yang buruk. Semenjak saat itu ia sadar bahwa dirinya dipenuhi oleh Roh Kudus, ia sadar bahwa ia harus mengabdikan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Kerinduaanya untuk bersatu dengan kanak-kanak Yesus sangatlah besar dan oleh karena itulah dikemudian hari ia digelari "Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus". Kepada Yesus ia berjanji tidak akan pernah segan untuk melakukan apa saja yang dikehendaki Tuhan darinya. Betapa bahagia hati Theresia ketika pada umur 12 tahun ia boleh menyambut komuni untuk pertama kalinya. Dihadapan sebuah salib ia berjanji : "Yesus di kayu salib yang haus, saya akan memberikan air kepadaMu. Saya bersedia menderita sedapat mungkin agar banyak orang berdosa yang bertobat. Kerinduan Theresia yang begitu besar kepada Yesus mendesak ia untuk menjalani khusus sebagai biarawati mengikuti jejak ke 4 saudaranya yang lebih dahulu menjadi biarawati, namun ia belum bisa diterima di biara karena umurnya baru 14 tahun.

Pada umur 15 tahun saat berziarah ke Roma bersama ayahnya, Theresia dengan meminta izin khusus dari Bapa Suci agar ia diperkenankan menjadi biarawati. Permintaannya dikabulkan dan ia masuk diterima di lingkungan biara Carmelit di Lisieux Perancis.

Sembilan tahun lamanya ia hidup sebagai suster biasa, dan sebagaimana biasanya seorang suster muda, ia setiap hari melaksanakan tugas dan doa harian, harus mengatasi perasaan marah, tersinggung, iri hati, memerangi kebosanan dan berbagai ragam godaan lahir maupun batin. Untuk mencapai kesempurnaan hidup ia memilih "Jalan Sedehana" berdasarkan ajaran kitab suci yaitu hidup selaku anak kecil, penuh cinta dan iman akan kepercayaan Allah serta penyerahan diri yang total dengan penuh perasaan gembira. Demi cita-cita itu ia melakukan hal-hal kecil dan kewajiban sehari-hari dibiara dengan penuh tanggung jawab karena cinta kasihnya yang besar kepada Allah Bapa di surga.

Ia sedih sekali melihat banyak orang menyakiti hati Yesus dengan berbuar dosa dan tidak mau bertobat. Untuk mempertobatkan orang-orang berdosa itu, ia mempersembahkan dirinya sebagai korban pepulih dosa-dosa. Ia rajin berdo'a dan melakukan tapa bagi semua orang berdosa. Ia juga berdoa bagi para missionaris dan kemajuan kerajaan Allah di seluruh dunia.

Theresia akhirnya menderita sakit paru-paru yang sangat parah. Selama 2 tahun ia menanggung beban penderitaan itu dengan gembira. Penyakit ini kemudian merenggut nyawanya pada tanggal 30 September 1897 di biara Lisieux. Sebelum menghembuskan nafasnya ia berjanji untuk menurunkan hujan mawar ke dunia. Janji ini terpenuhi dengan banyaknya karunia Allah yang diberikan kepada semua orang yang berdoa dengan perantaranya. Theresia meninggal dalam usia yang sangat muda 24 tahun. Ia mewariskan catatan riwayat pribadinya yang ditulis atas permintaan ibu biara, berjudul "Kisah Suatu Jiwa". Didalamnya ia menunjukkan bahwa kesucian hidup dapat dicapai oleh siapa saja, betapapun rendah, hina atau biasanya orang tersebut. Caranya ialah dengan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan kecil dan tugas sehari-hari dengan penuh cinta kasih yang murni kepada Tuhan. Pada tahun 1925 ia ditetapkan sebagai "Santa" oleh Paus Pius XI (1922-1939) dan diangkat menjadi Santa pelindung negara Perancis oleh Paus Pius XII (1939-1958)